Potensi Keanekaragaman Hayati
Jawa Tengah adalah daerah yang mempunyai luas hutan paling sempit di Jawa, tercatat hanya 649 ribu hektar atau 19,93 % dari luas daratan propinsi Jawa Tengah saja yang tersisa. Itupun sebagian besar tersisa di puncak-puncak gunung, akibat tekanan yang sangat besar di dataran rendahnya. Secara ekologis hutan di wilayah Jawa Tengah memiliki karakteristik yang sangat khas, yaitu merupakan hutan transisi antara hutan hujan basah di Jawa bagian barat dan hutan musim di Jawa bagian timur. Gunung Slamet merupakan salah satu kawasan yang mencirikan ke-khas-an itu, bahkan merupakan koridor penghubung dua wilayah di Jawa yang berlainan secara ekologis sehingga wilayah inilah yang menjamin kemungkinan terjadinya pertukaran genetis.

Secara administratif kawasan ini terletak di 5 Dati II wilayah bagian barat propinsi Jawa Tengah, yaitu kabupaten Banyumas, Brebes, Tegal, Purbalingga dan Pemalang. Gunung Slamet mempunyai keragaman tipe habitat yang sangat lengkap. Keragaman itu dipengaruhi oleh letak masing-masing tempat baik secara horizontal maupun secara vertikal. Letak secara horizontal dipengaruhi oleh posisi dari sinar matahari, arah angin dan kelembaban. Akibatnya terbentuk pola-pola komunitas vegetasi yang berbeda-beda di tiap sisinya. 

Di Baturaden, lereng sebelah selatan, menunjukkan tipe vegetasi yang mengalami perkembangan suksesi yang dinamis. Penutupan vegetasi bawah dan pohon terlihat berimbang keberadaannya, sehingga lereng ini mempunyai keragaman jenis tumbuhan yang paling tinggi dibandingkan sisi-sisi lainnya. Sementara itu di Liwung, lereng sebelah utara, menunjukkan tipe hutan klimaks. Pohon-pohon tua dengan diameter besar tidak lagi memberi peluang tumbuhan bawah untuk tumbuh. Dengan ketinggian sampai 3.428 meter dari permukaan laut, kawasan ini mempunyai kisaran ketinggian yang sangat luas dan berpengaruh pada komunitas vegetasi dan keragaman jenis. Vegetasi penciri utama hutan Gunung Slamet berasal dari familia Fagaceae, Lauraceae, Theaceae, Magnoliaceae, Podocarpaceae, Juglandaceae, dan Ericaceae. Beberapa jenis dari famili Balanophoraceae : Balanophora elongata, Balanophora globosa dan Rhopalocnemis pillosa, juga ditemukan di Jawa Barat di ketinggian 1000-3000 meter dari permukaan laut. Tumbuhan berkayu yang berkualitas dan mempunyai nilai ekonomi tinggi antara lain Pasang, Weru, Sarangan dan Puspa. Jenis-jenis inilah yang paling banyak meninggalkan bekas tebangan. Tumbuhan yang berpotensi sebagai obat dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah, Pulai, Kayu angin, Dlingo, Daun Kaki kuda, Kiurat, Daun sendok, Sarangan, Selada air, Nduru dan Ndas Maling.Secara umum pola komunitas dan keragaman vegetasi di Gunung Slamet lebih banyak mencirikan tipe hutan di Jawa bagian barat.

Keragaman habitat yang tinggi juga mempengaruhi keragaman satwa endemik Jawa yang menjadi penghuni Gunung Slamet. Tercatat 8 jenis burung endemik Jawa, salah satunya adalah Elang Jawa (Spizaetus bartelsi), mirip lambang negara Garuda Pancasila dijumpai di kawasan ini. Burung ini menjadi perhatian nasional karena statusnya yang terancam punah. Jenis–jenis lainnya adalah Burung madu gunung (Aethopygia eximia), Burung madu jawa (Aethopygia mystacalis), Wergan jawa (Alcippe pyrrhoptera), Bututut (Megalaima corvina), Kipasan ekor merah (Rhipidura phoenicura), dan Tepus leher putih (Stachyris theracica orientalis). Empat jenis primata endemik yaitu Owa Jawa (Hylobates moloch), jenis ini dulunya diperkirakan hanya ada di Jawa Barat, Surili (Presbytis comata), Lutung Jawa (Trachypetacus auratus) dan Kukang (Nycticebus coucang). Dari kelompok karnivor, jenis-jenis yang menarik adalah Macan Tutul, Macan Kumbang, serta Kucing Hutan (Prionailurus bengalensis). Keberadaannya diketahui dari jejak kaki, temuan kotoran dan cakaran-cakaran dipohon. Jenis kucing hutan ini banyak diburu masyarakat di sekitar Baturaden sebagai hiasan offset-an. Kupu-kupu dan sedikitnya 4 jenis katak hias, yaitu katak yang mempunyai warna indah, menjadi sasaran eksportir yang menyebarkan pengepul-pengepul di desa dan menggerakkan masyarakat untuk mengambil jenis-jenis tersebut.[kembali ke atas]

 

Potensi Hidrologis

 

Curah hujan tahunan yang tinggi di Gunung Slamet, bahkan tertinggi di dunia, sangat mendukung keberadaan telaga dan rawa-rawa di ketinggian 1500-2500 m dpl sebagai tandon air. Secara hidrologis kondisi ini sangat menguntungkan bagi DAS yang berhulu di Gunung Slamet. Sedikitnya ada 11 sungai, yaitu sungai Banjaran, S. Logawa, S. Bojo, S. Penaki, S. Gronggongan, S. Lembarang, S. Gung, S.Brengkah, S. Comal, S. Batur, S. Erang

Sungai-sungai tersebut menjadi pemasok utama sekitar 8 dam dan waduk yang dimanfaatkan sebagai sumber listrik, konsumsi air industri dan rumah tangga bagi 8 wilayah Dati II yang padat penduduk, yaitu Tegal, Slawi, Brebes, Pemalang, Purbalingga, Purwokerto, Banyumas dan Cilacap. Sungai tersebut juga sebagai sumber air bagi daerah–daerah di sepanjang pantura yang menjadi lumbung padi nasional. Secara umum dapat dikatakan bahwa hutan Gunung Slamet berfungsi sebagai pengatur tata air bagi kedelapan daerah tersebut, sehingga tidak terjadi banjir pada saat musim hujan dan kekeringan pada waktu kemarau.[kembali ke atas]

 

 

Potensi Model Pengelolaan Sumberdaya Alam 

 

Masyarakat kawasan lereng Gunung Slamet yang berbatasan langsung dengan hutan mempunyai interaksi dengan kawasan hutan dalam bentuk-bentuk pola yang khas dan mengakar menjadi budaya turun menurun dalam pengelolaan sumber daya alam. Beberapa kearifan ini dapat dicontohkan dari :
  1. Pola pemukiman yang mengelompok dan mentabukan pembukaan areal hutan untuk pemukiman. 
  2. Pemanfaatan sumber alam terutama kayu hanya untuk kebutuhan sendiri dan pantang memperjual-belikannya. 
  3. Keberadaan rawa-rawa dan danau di atas ketinggian 1500 m dpl yang dilindungi oleh masyarakat melalui sistem perlindungan dan kepercayaan tradisional. 
  4. Beberapa sistem pertanian tradisional ekologis yang dianut oleh masyarakat di lereng utara Gunung Slamet. Tetapi budaya lokal tersebut mulai mendapatkan ancaman dari adanya intervensi pihak-pihak luar baik pemerintah, swasta maupun pendatang. 

Mereka menyuntikkan nilai-nilai modern dalam kehidupan masyarakat mereka, sehingga terjadi perubahan merubah sikap dan perilaku masyarakat. Termasuk dalam pemanfaatan sumber daya alam. Ternyata pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan dan merusak, menyempitnya luas kawasan hutan akibat konversi lahan dan konversi hutan alam menjadi areal pertanian, perkebunan dan industri menurunkan kualitas dan kuantitas hutan di Gunung Slamet.[kembali ke atas]

 

|Home|Sekilas Kompleet|Program|Aktifitas|Warta|Link|Permasalahan|Potensi|

 

Kompleet Copyright©2001